By : Gress Guatia Adrian Pah
Konsep Konstitusionalisme Demokrasi Indonesia
Berangkat dari basis teori di atas,
terdapat hubungan erat dengan konstitusionalisme. Pemikiran konstitusionalisme
telah lama berkembang yang mempunyai visi utama dengan menghendaki adanya
pembatasan kekuasaan dalam pemerintahan yang dilakukan melalui hukum dasar
(konstitusi). Dalam hubungannya dengan UUD 1945, Hans Kelsen menyatakan bahwa
UUD menduduki tempat tertinggi dalam sistem hukum nasional sehingga UUD
merupakan fundamental law. Sedangkan
menurut Abdul Mukthie Fadjar, konstitusionalsime sebagai sebuah paham meliputi
prinsip kedaulatan rakyat, negara hukum, pembatasan kekuasaan, perlindungan HAM
dan pluralisme.
Proses transisi di
Indonesia dengan dilakukannya perubahan UUD 1945 berimplikasi pada perubahan
secara mendasar dalam penyelenggaraan sistem ketatanegaraan di Indonesia yang
diarahkan dalam penguatan negara hukum dan demokrasi konstitusional.
Konstitusionalisme merupakan sebuah parameter dalam pembangunan hukum di
Indonesia dengan dasar argumentasi bahwa konstitusi merupakan the supreme law of the land. Artinya, setelah perubahan UUD 1945 telah dirumuskan dalam batang tubuh
mengenai prinsip konstitusionalisme demokrasi dan hukum. Salah satu upaya (prosedur dan mekanisme) untuk
melindungi rakyat terhadap penyalah gunaan kekuasaan negara dapat dilakukan
melalui UUD 1945 sebagai konstitusi Negara Indonesia. Sedangkan menurut Carl
Schmit, konstitusi dianggap sebagai keputusan politik yang tertinggi. Oleh
karena itu, konstitusi mempunyai kedudukan tertinggi dalam tertib hukum suatu
negara.
Konsep Negara Indonesia
diidealkan untuk mewujudkan negara hukum yang demokratis. Ketentuan tersebut
dapat dilihat pada Pasal 1 UUD 1945, yaitu kedaulatan rakyat berada di tangan
rakyat yang dilakukan oleh UUD, serta Negara Indonesia adalah negara hukum.
Konsekuensinya, segala tindakan kekuasaan negara harus senantiasa berpegang
pada hukum, dalam mewujudkan demokrasi yang berdasarkan atas hukum (constitutional democracy) atau negara
hukum yang demokratis (democratische
rechtstaat).
Dalam perspektif teori, dapat diidentifikasi bahwa sifat
hakiki dari negara dapat dilihat sebagai ikatan suatu bangsa yaitu sebagai
suatu organisasi kewibawaan, organisasi sebagai jabatan (ambten organisatie) dan dalam bentuk ekses negatifya juga seagai
organisasi kekuasaan.
Awal berdirinya sebuah negara telah dirumuskan beberapa
tujuan dalam peyelenggaraan pemerintahan. Dalam pendekatan teori tujuan negara (die lehren vom zweck des staates),
dapat berbeda berdasarkan filosofi, situasi, kondisi dan sejarah masing-masing
negara yang terbentuk. Secara garis besar teori tujuan negara membagi arah
tujuan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
a)
Mencapai tujuan politik, yaitu
negara identik dengan penguasa. Tujuan negara adalah membangun kekuasaan secara
efektif. Penguasa (in casu
pemerintah) menggunakan kekuasaannya untuk memaksakan kepentingan-nya. Setelah
kekuasaan kuat, penguasa tersebut kemudian menjadi korup, tiran dan despotik
(semena-mena dan kejam);
b)
Mencapai kemakmuran meteriil,
yaitu kemakmuran atau kesejahteraan
materiil menjadi tujuan inheren dalam bangunan negara karena negara sebagai
organisasi masyarakat berupaya menggalang pemenuhan kebutuhan materiilnya
secara struktural melalui pemerintahan yang ada. Tujuan mencapai kemakmuran ini
melahirkan tipologi negara yang berbeda, meliputi polizei staat (mencapai kemakmuran negara/raja), formele rechtstaat (mencapai kemakmuran
individu) dan materiele rechtstaat
(mencapai kemakmuran rakyat in casu social serivce state atau negara
kesejahteraan).
c)
Mencapai kebahagiaan akhirat
(konsep eskatologis). Maksud mencapai kebahagiaan akhirat adalah negara
bertujuan memfasilitasi rakyatnya untuk leluasa melakukan amal shalih guna
mempersiapkan hidup sesudah mati (life
after death). Secara moral, negara harus mengarahkan warganya untuk menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa di samping berilmu dan berteknologi.
Mac Iver mengemukakan tiga tugas pemerintah dengan
menggolongkannya berupa cultural
function, general welfare fuction dan economic
control function. Tugas pemerintah bergantung kepada tugas dan tujuan masing-masing
negara. namun, perkembangan negara di dunia memperlihatkan geraknya menuju
bentuk negara kesejahteraan (welfare
state).
Berkaitan dengan kehidupan bernegara, maka terdapat berbagai
organ negara dalam menjalankan tugas kenegaraan. Secara yuridis tidak ada
ketentuan dan definisi resmi lembaga yang ditentukan oleh hukum positif
Indonesia. Menurut Black Dictionary Law,
lembaga (body) dapat diartikan the main art of a written instrument, a
collection of law or an artificial person created by a legal authority.
Bertolak dari pemikiran Hans Kelsen yang memberikan definisi organ negara, “Whoever fulfills a function determined by
the legal order is an organ”. Artinya, siapa saja yang menjalankan suatu
fungsi yang ditentukan oleh suatu tata hukum (legal order) adalah suatu organ.
Krannenburg dan Logemann dalam mengembangkan teori modern
berpendapat bahwa negara adalah organisasi kekuasan. Legitimasi kekuasaan dalam
suatu negara harus diterima sebagai sebuah kenyataan. Kekuasaan negara tersebut
terjelma dalam berbagai organ negara yang ditentukan oleh hukum, yaitu berupa
kewenangan.
Kewenangan menurut Van Maarseven kewenangan merupakan
kekuasaan hukum (rechtsmacht). Dalam
hal ini, kewenangan (authority, gezag)
adalah kekuasaan yang diformalkan baik terhadap golongan tertentu maupun
terhadap sesuatu bidang tertentu pemerintahan. H.D. Stout mengemukakan
kewenangan adalah keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan
pengunaan wewenang-wewenang pemerintah oleh subjek hukum publik dalam hubungan hukum
publik.
Dalam perspektif teori, dapat diidentifikasi bahwa sifat
hakiki dari negara dapat dilihat sebagai ikatan suatu bangsa yaitu sebagai
suatu organisasi kewibawaan, organisasi sebagai jabatan (ambten organisatie) dan dalam bentuk ekses negatifya juga seagai
organisasi kekuasaan.
Awal berdirinya sebuah negara telah dirumuskan beberapa
tujuan dalam peyelenggaraan pemerintahan. Dalam pendekatan teori tujuan negara (die lehren vom zweck des staates),
dapat berbeda berdasarkan filosofi, situasi, kondisi dan sejarah masing-masing
negara yang terbentuk. Secara garis besar teori tujuan negara membagi arah
tujuan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
d) Mencapai tujuan politik, yaitu negara identik dengan penguasa.
Tujuan negara adalah membangun kekuasaan secara efektif. Penguasa (in casu pemerintah) menggunakan
kekuasaannya untuk memaksakan kepentingan-nya. Setelah kekuasaan kuat, penguasa
tersebut kemudian menjadi korup, tiran dan despotik (semena-mena dan kejam);
e)
Mencapai kemakmuran meteriil,
yaitu kemakmuran atau kesejahteraan
materiil menjadi tujuan inheren dalam bangunan negara karena negara sebagai
organisasi masyarakat berupaya menggalang pemenuhan kebutuhan materiilnya
secara struktural melalui pemerintahan yang ada. Tujuan mencapai kemakmuran ini
melahirkan tipologi negara yang berbeda, meliputi polizei staat (mencapai kemakmuran negara/raja), formele rechtstaat (mencapai kemakmuran
individu) dan materiele rechtstaat
(mencapai kemakmuran rakyat in casu social serivce state atau negara
kesejahteraan).
f)
Mencapai kebahagiaan akhirat
(konsep eskatologis). Maksud mencapai kebahagiaan akhirat adalah negara
bertujuan memfasilitasi rakyatnya untuk leluasa melakukan amal shalih guna
mempersiapkan hidup sesudah mati (life
after death). Secara moral, negara harus mengarahkan warganya untuk menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa di samping berilmu dan berteknologi.
Mac Iver mengemukakan tiga tugas pemerintah dengan
menggolongkannya berupa cultural
function, general welfare fuction dan economic
control function. Tugas pemerintah bergantung kepada tugas dan tujuan
masing-masing negara. namun, perkembangan negara di dunia memperlihatkan
geraknya menuju bentuk negara kesejahteraan (welfare
state).
Berkaitan dengan kehidupan bernegara, maka terdapat berbagai
organ negara dalam menjalankan tugas kenegaraan. Secara yuridis tidak ada
ketentuan dan definisi resmi lembaga yang ditentukan oleh hukum positif
Indonesia. Menurut Black Dictionary Law,
lembaga (body) dapat diartikan the main art of a written instrument, a
collection of law or an artificial person created by a legal authority.
Bertolak dari pemikiran Hans Kelsen yang memberikan definisi organ negara, “Whoever fulfills a function determined by
the legal order is an organ”. Artinya, siapa saja yang menjalankan suatu
fungsi yang ditentukan oleh suatu tata hukum (legal order) adalah suatu organ.
Krannenburg dan Logemann dalam mengembangkan teori modern
berpendapat bahwa negara adalah organisasi kekuasan. Legitimasi kekuasaan dalam
suatu negara harus diterima sebagai sebuah kenyataan. Kekuasaan negara tersebut
terjelma dalam berbagai organ negara yang ditentukan oleh hukum, yaitu berupa
kewenangan.
Kewenangan menurut Van Maarseven kewenangan merupakan
kekuasaan hukum (rechtsmacht). Dalam hal
ini, kewenangan (authority, gezag)
adalah kekuasaan yang diformalkan baik terhadap golongan tertentu maupun
terhadap sesuatu bidang tertentu pemerintahan. H.D. Stout mengemukakan
kewenangan adalah keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan
pengunaan wewenang-wewenang pemerintah oleh subjek hukum publik dalam hubungan
hukum publik.
Kehadiran lembaga yang menangani perkara konstitusional
melalui sebuah lembaga judisial, yaitu MK sebagai implikasi dari prinsip
konstitusionalisme tersebut. Namun demikian, kewenangan yang diberikan MK dalam
memutus perkara konstitusional hanya terbatas pada empat kewenangan dan satu
kewajiban.
Pada hakikatnya, fungsi utama Makamah Konstitusi adalah
mengawal supaya konstitusi dijalankan dengan konsisten (the guardian of constitutions). Dan menafsirkan konstitusi atau UUD
(the interpreter of constitution). Dengan fungsi wewenang tersebut, keberadaan
Makamah Konstitusi memiliki arti penting dan peranan strategis dalam
perkembangan ketatanegaraan dewasa ini karena segala ketentuan atau kebijakkan
yang dibuat penyelenggara Negara dapat di ukur dalam hal konstitusional atau
tidak oleh Makamah Konstitusi. Keterbatasan kewenangan tersebut membatasi pula
hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh konstitusi. Dalam praktiknya,
tidak setiap kerugian konstitusional dapat diputus MK. Pengaduan konstitusional
(constitutional complaint) di
Indonesia hanya dapat diajukan kepada MK Republik Indonesia yang dibungkus
melalui pengujian undang-undang, segketa kewenangan lembaga negara, pembubaran
partai politik, perselisihan hasil pemilihan umum dan pemberhentian Presiden
dan/atau Wakil Presiden.
Ketika kerugian konstitusional tersebut diderita oleh warga
negara berkaitan dengan hak yang tidak dapat dibatasi dan dikurangi dalam
keadan apapun (non derogable rights),
yaitu hak beragama, ternyata MK tidak mempunyai kewenangan tersebut. Fakta
hukum yang telah terjadi setelah dikeluarkan SKB tentang pelarangan Ahmadiyah.
Akibatnya, potensi pelanggaran konstitusi (violation
of human rights) tidak dapat diputus dalam mewujudkan kepastian hukum yang
adil.
Terdapat beberapa argumentasi teori dalam sebuah gagasan
pengaduan konstitusional total yang menjadi kewenangan MK. Pertama, sistem
konstitusi setelah perubahan telah mengatur makna demokrasi dengan dilaksanakan
menurut UUD. Dalam hal ini UUD 1945 telah mengatur bahwa hak beragama merupakan
non derogable right, namun dalam
praktiknya tidak ada saluran dalam penegakannya.
Kedua,berkaitan dengan teori tujuan negara (die lehren vom zweck des staates),
Indonesia telah menganut konsep negara kesejahteraan yang dituangkan dalam
Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945. Implikasnya negara wajib dan
bertanggungjawab dalam proses penegakan HAM, terutama hak yang tidak dapat
dibatasi dan dikurangi dalam keadaan apapun, bahkan dalam keadaan bahaya.
Ketiga, konsekuensi konsep negara hukum. Konsep negara hukum
telah dituangkan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Hukum sebagai instrumen untuk
mengatur dalam rangka mewujudkan keadilan. Keadilan adalah keharmonisan dan
keharmonisan adalah keadamaian. Dalam sebuah negara hukum, Albert Venn Dicey
dalam teori rule of law berpendapat
harus adanya perlindungan HAM. Bahkan, Frans Magnis Suseno mengemukakan dalam
negara hukum, salah satu unsurnya bahwa terhadap tindakan badan negara,
masyarakat dapat mengadu ke pengadilan dan putusan pengadilan dilaksanakan oleh
badan negara.
Namun, berdasarkan argumentasi di atas, MK menyatakan tidak
dapat menguji peraturan selain undang-undang. Dalam perspektif normatif,
pengujian peraturan perundang-undangan ditentukan dengan tiga mekanisme hukum,
yaitu:
1) Pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 oleh MK;
2) Pengujian peraturan perundang-undangan di bawahundang-undang
terhadap undang-undang oleh MA; dan
3) Pengujian peraturan daerah oleh Pemerintah.
Sebenarnya, MK dapat memperluas kewenangan memutus costitutional complaint melalui
aktivisme judisial (judicial activism),
yaitu sebuah proses pengambilan putusan pengadilan melalui pendekatan berbeda.
Menurut Benjamin Cardozo dapat dilakukan melalui empat pendekatan yaitu
filosofis, historis, kebiasaan dan sosiologi. Hal demikian dilakukan
semata-mata dalam memberikan saluran hukum sehingga tercapai kepastian hukum
yang adil, termasuk memberikan keadilan konstitusional dan nilai kemanfaatan.
Di samping itu bahwa penegakan, perlindungan, pemenuhan hak
konstitusional menjadi tanggung jawab negara terumata pemerintah. Ketika
pemerintah tidak mampu lagi memberikan perlindnguan tersebut, MK sebagai
lembaga penafsir konstitusi dan sebagai lembaga pelindung HAM harus responsif
melihat fenomena demikian sehingga berani untuk memutus constitutionl complaint.
Hal yang demikian tidaklah dapat kita bahwa judicial
activism merupakan pemikiran yang berlebihan. Sebagaimana hasil
penelusuran Pan Mohamad Faiz terhadap surat-surat maupun permohonan yang
diterima oleh Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi selama tahun 2005, sedikitnya
terdapat 48 surat ataupun permohonan yang dapat dikategorikan sebagai bentuk constitutional
complaint atau sejumlah 3 (tiga) kali lipat permohonan costitutional
review pada tahun yang sama. Belum lagi, saat ini budaya sadar konstitusi
mulai tumbuh pesat di Indonesia, maka dapat dipastikan jumlah permohonan constitutional complaint pun semakin
banyak.
Penerapan constitutional
complaint pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia merupakan konsekuensi
logis dari prinsip konstitusionalisme yang dibangun dalam sistem konstitusi
Indonesia setelah perubahan UUD 1945. Manfaat penerapan constitutional complaint ini dalam rangka melindungi, menjamin dan
memenuhi hak dasar setiap warga negara sehingga terwujud keadilan
konstitusional di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar