Selasa, 17 Juli 2012

Pemimpin yang memiliki Pola By: Gress Gustia Adrian Pah


Pada tulisan ini penulis ingin menyatakan pendapat dalam bentuk sebuah padangan  mengenai figur seorang pemimpin yang di cita-cita masyarakat yang memiliki Intergritas dan elektabilitas di bandingkan popularitas. Berangkat dari sebuah konsep kedaulatan bahwa pasal 1 ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan masyarakat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang, Esensi dari amanah Pasal 1 ayat 2 UUD dasar adalah dua hal yaitu adanya Persamaan( equality) dan Kebebasan ( Fredom) dua hal ini sebenarnya tidak dapat dipisahkan. kebebasan salah satunya di wujudkan dengan kehendak masyarakat untuk memilih seorang pemimpin yang diinginkan untuk mengwudkan Keadilan dan Kemakmuran bagi rakyat Indonesia sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD alinea IV.
Ternyata dalam perjalanannya harapan itu tidak semudah terjadi begitu saja, salah satu bukti Kongkrit banyaknya para eliet kita yang duduk di kursi pemerintahan yang menciderai amanah masyarakat. Kita lihat mulai dari kasus korupsi yang terstruktur dan masif, penyalahguaan wewenang, dan masih banyak lainnya. Apakah hal tersebut layak  dilakukan seorang pemimpin kita, itulah yang menjadi pertanyaan untuk para pemimpin kita, apakah mereka berada di kursi pemerintahan untuk rakyat atau kepentingan golongan dan keinginan pribadi. Dalam bahasa politik kita sering menjumpai pendapat mengenai politik untuk kepentingan Masyarakat ataukah kepentingan golongan tertentu. Penulis berpendapat bawah hampir sebagian besar para pemimpin kita terjebak pada politik yang justru hanya mementingkan keinginan mereka. Yang perlu menjadi sebuah catatan adalah sosok sebuah pemimpin seyogiannya memiliki kemampuan intelektual yang luas dan komperhensif, Tegas dan mampu membawa perubahan, rakyat Indonesia mengharapkan sosok pemimpin negara baru yang tegas. Hal itu tercermin dalam hasil survey Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) yang dilakukan terhadap 2.192 responden dari 33 provinsi, 163 kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Hal ini sebenarnya menyatakan dimana dewasa ini masyarakat sudah mulai mampu untuk memilih sosok seoarang figur yang merepresentasikan kepentingan-kepentingan yang pro rakyat. Lalu pertanyaan kemudian adalah dimanakah peran partai politik? Sebenarnya hemat penulis peran partai politik adalah kendaraan kepada masyarakat justru sebenarnya parpol bisa memberikan sebuah bentuk pendidikan kepada masyarakat mengenai mekanisme pemilihan, penyuluhan dan kendaraan untuk bisa membangun dan menghubungkan masyarakat pada wakilnya yang telah di pilih oleh rakyat.
Sudah saatnya Indonesia mulai bangkit dari keterpurukan, adalah baik bahwa hal yang benar berada dalam tempat yang tepat di waktu yang tepat. Inilah saatnya Indonesia mulai untuk membangun kembali cita-cita bangsa kita, masa orde baru adalah cermin untuk kita bisa kebih baik begitu juga terbentuknya masyarakat civil socialty, adanya demokrasi, dan lain sebagainya itu merupakan  instrument yang harus membawa bangsa kita kepada tempat yang tepat karena ini adalah waktu yang tepat. Penulis sepakat dengan Dabar yang di sampaikan oleh Didit Zoe Faith bahwa’ pemimpin yang benar adalah pemimpin yang hidup dalam ketaatan, dan bukan hanya pada saat berorasi yang luar biasa tetapi juga saat kehidupan kesehariannya tidaklah berbeda dengan apa yang dikatakan dan jika pemimpin itu salah  dan tidak bisa menjadi pola bagi masyarakat maka masyarakat harus berani menolak dan tidak mengikuti pemimpin tersebut.

Sabtu, 14 Juli 2012

Hubungan Ilmu Negara dengan ilmu Politik


Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Politik
Jikalau diperhatikan pendapat Georg Jellinek dalam bukunya yang berjudul Allgemeine Staatslehre, ilmu negara sebagai Theoristische Staatswissenschaft atau staatslehre merupakan hasil penyelidikan dan diperbandingkan satu sama lain, sehingga terdapat persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan diantara pelbagai sifat dan organisasi-organisasi negara itu.
Karena itu dari fakta yang bermacam-macam itu dicari sifat-sifat dan unsur-unsur pokoknya yang bersifat umum seakan-akan intisari unsur-unsur itu merupakan “pembagi persekutuan terbesar (ppt) dalam ilmu hitung atau grootste gemene deler-nya dari keadaan yang berbeda-beda itu. Dan jika pekerjaan yang dikerjakan untuk dilarapkan, dijalankan atau diterapkan di dalam praktek untuk mencapai tujuan tertentu, tugas itu diserahkan kepada Angewandte staatswissechaft atau ilmu politik. Jadi ilmu negara selaku ilmu pengetahuan sosial  yang bersifat  teoritis, segala hasil penyelidikannya dipraktekkan oleh ilmu politik sebagai ilmu pengetahuan dan bersifat praktis (angewandt, toegepast atau applied). Dengan demikian jelaslah menurut pahamnya, bahwa ilmu politik itu tidaklah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang berdiri sendiri. Herman Heller menganggap ilmu politik atau politikologie sebagai ilmu yang berdiri sendiri, dan bertalian pula dengan pengaruh konsepsi Ango-Saxon terutama Amerika terhadap ilmu politik yang lebih menitikberatkan pembahasannya kepada hal-hal yang bersifat praktis dalam masyarakat sebagai gejala sosio-politik. Maka dalam hubungan ini jelaslah ada sifat-sifat komplementer, karena itu ilmu negara merupakan salah satu hardcore (teras inti) dari pada ilmu politik.
Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Hukum Tata Negara dalam Arti Luas
Untuk istilah ilmu hukum tata negara ini disingkat HTN sering dipakai istilah yang berlainan. Umpamanya di negara Belanda disebutkan Staatsrecht, di negara Jerman Verfassungsrecht, di tanah Inggris Cosntitusional-law. Sedangkan di negara Prancis menurut sarjana yang bernama Maurice Duverger di dalam bukunya yang berjudul Droit Constitutionnel et institutions Politiques, disebut droit constitutionnel. Selanjutnya menurut Prof. Usep Ranawidjaja, S.H. dalam tulisannya “Himpunan kuliah hukum tata negara Indonesia”. Istilah hukum tata negara merupakan hasil terjemahan dari bahasa Belanda Staatsrecht. Sudah menjadi kesatuan pendapat di antara para sarjana hukum Belanda untuk membedakan antara “hukum tata negara dalam arti luas” (staatsrecht in ruime zin), dan “hukum tata negara dalam arti sempit” (staatsrecth in engezin), dan untuk membagi hukum tata negara dalam arti luas itu atas dua golongan hukum, yaitu:
  1. Hukum tata negara dalam arti sempit atau untuk singkatnya dinamakan hukum tata negara
  2. Hukum tata usaha negara
Hukum tata usaha negara atau disingkat HTUN sebagai hasil alih bahasa dari bahasa Belanda seringkali mempunyai istilah yang berlainan. Umpamanya di negara Belanda ada yang menyebutnya administratief recht ada pula yang menyebutnya Bestuurs recht seperti G.A. Van Poelje dan G. J. Wiarda.
Di negara Jerman disebut Verwaltungsrecht, di tanah Perancis droit administratief, sedangkan di Indonesia ada yang menyebutnya “hukum tata usaha negara’ seperti di kalangan Universitas Negeri Padjajaran, akan tetapi dikalangan Universitas Negeri Gajah Mada disebutnya “hukum tata pemerintahan,”, sedangkan Prof. Dr. E. Utrech, S.H. menyebutnya ‘Hukum Administrasi Negara”, dalam undang-undang dasar sementara republik Indonesia (UUDSRI) tahun 1950 pada pasal 108 dipakai istilah “hukum tata usaha”, dan disamping itu Wirjono Prodjodikoro, S.H. dalam majalah hukum tahun 1952 nomor 1 mengintroduksi istilah “Hukum Tata Usaha Pemerintahan”. Maka dengan demikian jelaslah bahwa ilmu negara yang merupakan ilmu pengetahuan yang menyelidiki pengertian-pengertian pokok dan sendiri-sendiri pokok negara dapat memberikan dasar-dasar teoritis yang bersifat umum untuk hukum tata negara. Oleh karena itu agar dapat mengerti dengan sebaik-baiknya dan sedalam-dalamnya sistem hukum ketatanegaraan sesuatu negara tertentu, sudah sewajarnyalah kita harus terlebih dahulu memiliki pengetahuan segala hal ikhwalnya secara umum tentang negara yang didapat dalam ilmu negara. Menjadi teranglah bahwa dalam rangka perhubungan ini ilmu negara merupakan suatu pelajaran pengantar dan ilmu dasar pokok bagi pelajaran hukum tata negara, karenanya hukum tata negara tidak dapat dipelajari secara ilmiah dan teratur sebelum terlebih dahulu dipelajari pengetahuan tentang pengertian-pengertian pokok dan sendi-sendi pokok dari pada negara umumnya. Maka ilmu negara dapat memberikan dasar-dasar teoritis untuk hukum tata negara yang positif. Hukum tata negara merupakan penerapan atau pelarapan di dalam kenyataan-kenyataan konkret dari bahan-bahan teoritis yang dihasilkan oleh ilmu negara. Karenanya ilmu hukum tata negara itu mempunyai sifat praktis applied science yang bahan-bahannya diselidiki, dikumpulkan dan disediakan oleh pure science ilmu negara.
Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Perbandingan Hukum Tata Negara
Ilmu perbandingan hukum tata negara ini dikenal dengan sebutan vergelijkende staatsrechtswetenschap atau comparative government, sedangkan Prof. M. Nasroen, S.H., menamakannya “Ilmu Perbandingan Pemerintahan” sebagaimana judul bukunya.
Sedangkan dengan hal tersebut di atas Roelof Kranenburg dalam bukunya; inleidin in de vergelijkende staastrecht sweetens chap pada bab; object der vergelijkende staastrecht sweetens chap, menyatakan bahwa dari ilmu pengetahuan dan diferensiasi itu dihasilkan ilmu perbandingan tata negara. Kemudian yang menjadi objek penyelidikan ilmu perbandingan hukum tata negara, ialah bahwa “dalam peninjauan lebih lanjut, mungkin ternyata manfaat mengadakan perbandingan secara metodis dan sistematis terhadap ‘bentuk’ yang bermacam-macam dari sifat-sifat dan ketentuan-ketentuan umum dari genus “negara”. Dan sekali lagi, jikalau penyelidikan itu berkembang dapatlah dicapai suatu tingkatan yang menghendaki, agar penyelidikan dan kumpulan-kumpulan masalahnya dijadikan satu kesatuan yang baru sekali dan sekali lagi timbullah suatu  cabang ilmu pengetahuan, yaitu ilmu perbandingan hukum tata negara.
Jadi jelaslah, bahwa ilmu perbandingan hukum tata negara bertugas menganalisis secara teratur, menetapkan secara sistematis, sifat-sifat apakah yang melekat padanya, sebab-sebab apa yang menimbulkannya, mengubah dan menghilangkan atau menyebabkan yang satu memasuki yang lain terhadap bentuk-bentuk negara itu. Maka dalam hubungan ini Roelof Kranenburg dalam buku tersebut di atas menyatakan bahwa dalam menunaikan tugasnya, ilmu perbandingan hukum tata negara itu, haruslah mempergunakan hasil yang diperoleh ilmu negara. Karena itu perkembangan ilmu negara dan ilmu hukum merupakan syarat mutlak bagi kesuburan tumbuhannya ilmu perbandingan hukum tata negara untuk menjadi ilmu yang memberi keterangan dan penjelasan atau verklarend.